Rabu, 29 September 2010

Antropologi Kampus dalam Konsep Gerakan


ANTROPOLOGI KAMPUS
Disampaikan pada BIKAMARU BEM – FU IAIN STS Jambi
Ushuluddin Mendalo, 22 September 2010


Oleh : Ade Putra Wijaya

“Melihat, Mendengar, Merasa dan mengadakan perubahan”
Kampus dikatakan miniatur negara. Di dalamnya ada politik dan budaya yang bermacam-macam. Kampus tidak dapat difahami hanya sebagai gelanggang akademis dan ilmu pengetahuan, karena nyatanya memang tidak demikian. Kampus terlibat dalam proyek dan pembangunan melalui pemberian legitimasi ‘ilmiah’. Sementara mahasiswa memiliki tipologi yang beragam, dari mahasiswa religius, hedonis, aktivis, study-oriented dan lain sebagainya. Sebagai sebuah gelanggang semi terbuka, kampus merupakan tempat potensial Para Mahasiswa untuk mengasah mental dan pengalaman kepemimpinan melalui pengenalan mendalam terhadap kehidupan nyata kampus.


William A. Haviland “Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia ”

David Hunter “ Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia ”.

Koentjaraningrat “Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.

Dari definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antropologi, yaitu sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda ”.

Unsur-unsur dari suatu kebudayaan dalam artian disini adalah budaya kampus kita tidak dapat dimasukan kedalam kebudayaan kampus lain tanpa mengakibatkan sejumlah perubahan pada kebudayaan itu. Tetapi harus dingat bahwa kebudayaan itu tidak bersifat statis, ia selalu berubah. Tanpa adanya “gangguan” dari kebudayaan lain atau asing pun dia akan berubah dengan berlalunya waktu. Bila tidak dari luar, akan ada individu-individu dalam kebudayaan itu sendiri yang akan memperkenalkan variasi-variasi baru dalam tingkah-laku yang akhirnya akan menjadi milik bersama dan dikemudian hari akan menjadi bagian dari kebudayaannya. Dapat juga terjadi karena beberapa aspek dalam lingkungan kebudayaan tersebut mengalami perubahan dan pada akhirnya akan membuat kebudayaan tersebut secara lambat laun menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi tersebut.

Apabila dilihat dari pengertian antropologi sendiri kemudian diterapkan dalam kehidupan kampus jelas artinya bahwa tujuan kita mempelajari antropologi kampus agar kita mampu memahami tentang budaya -2 kampus baik itu cara berprilaku, tradisi dan nilai – nilai dalam dunia kampus.

Kampus juga merupakan Miniatur sebuah Negara, hal ini dikarenakan pemikiran dan kehidupan kaum elit yang ilmiah didalamnya, tidak hanya kehidupan akademis tapi politik, ekonomi, hokum dan keamanan pun berkembang didalamnya, akan tetapi pada saat sekarang ini nuansa politik dikampus yang lebih tampak modern ketimbang sisi kehidupan lain yang ada dikampus. Struktur dan kebudayaan yang berkembang didalam kehidupan kampus seperti sebuah Negara, etnis, bahasa, ras, kepribadian, keluarga dan golongan yang sangat pluralis membutuhkan keseimbangan dalam kehidupan kampus, baik akademisi maupun organisasi nya.

Dalam catatan sejarah, Suatu perubahan dalam kampus tidak akan terjadi apabila kita sebagai mahasiswa tidak mampu meng – explore segala kemampuan kita sebagai wujud tanggung jawab social sebagai mahasiswa. Karena kampus hanya sebuah benda mati yang mana tidak akan berbuat sesuatu apapun terhadap diri kita apabila kita hanya terdiam tanpa berbuat apapun tetapi sebaliknya kita harus mampu memberikan sesuatu terhadap dunia kampus baik dari segi pemikiran, maupun bergerak dalam organisasi sebagai tempat latihan kita dalam mengembangkan kemampuan kita.

Dalam menyikapi semua itu terdapat bermacam – macam tipe mahasiwa yang ada dalam dunia kampus yang sudah dijadikan budaya perilaku, nilai – nilai sebagai dasar perilaku yang mana mereka mempunyai alasan-2 tersendiri mengapa berprilaku seperti itu. Tipologi mahasiswa tersebut terbagi dalam beberapa kelompok antara lain :

1.      Akademis
2.     Agamis
3.     Apatis ( Tidak mau tahu )
4.     Hedonis ( bersikap seenaknya sendiri, hura-hura dsb)
5.     Kritis      -    Pemimpin
-         Aktivis

 Dari pengelompokan mahasiswa diatas jelas semuanya ada secara berdampingan tinggal kita sendiri yang mampu menilai diposisi mana kita berada. Mahasiswa sendiri merupakan sebuah Aktor organisasi dengan tipe – tipe mahasiswa yang beragam yang mana tetap menjunjung tinggi nilai suatu perubahan dalam kampus dengan wujud mengawal segala isu – isu yang berkembang guna kepentingan mahasiswa secara umum, tetapi kebanyakan posisi kita sebagai Mahasiswa berada pada tipe mahasiswa yang kritis dengan tidak melupakan kewajiban kita sebagai mahasiswa yang akademis serta tidak lupa pada kewajiban kita sebagai umat yang beragama.

Selasa, 28 September 2010

GERAKAN MAHASISWA LINTAS SEJARAH DAN PERAN PMII


GERAKAN MAHASISWA
Disampaikan pada MAPABA Rayon Fakultas USHULUDDIN IAIN STS Jambi
Cabang PMII Kota Jambi, 29 Mei 2010


Oleh : Ade Putra Wijaya

Siapa yang bias merantai suatu bangsa, jikalau semangatnya tak mau dirantai ? Siapa yang bisa membinasakan suatu bangsa kalau semangatnya tak mau dibinasakan? (Bung Karno)”
“Lebih Suka kami melihat Indonesia tenggelam kedasar lautan, daripada Melihatnya sebagai embel-embel abadi dari suatu Negara asing. (Bung Hatta)”
Periode Gerakan : ’66 dan ’98 merupakan tonggak dan panutan sejarah kemahasiswaan yang mampu mendacapai klimak pada kesejahteraan diatas darah dan pengorbanan. Rasa kagum dan bangga saya haturkan kepada seluruh pahlawan mahasiswa yang berani membela kepentingan rakyat.


Insan Akademis yang menuntut Ilmu diperguruan Tinggi yang Memiliki Identitas Diri sehingga terbentuk Citra Diri yaitu
  • Citra Diri Insan Religius
  • Citra Diri Insan Intelektual
  • Citra Diri Insan Bermoral
  • Citra Diri Insan Mandiri dan Bertanggung Jawab

Apa Yang Kalian Ketahui tentang Mahasiswa ???

(Sejarah – Sejarah )

Periode Gerakan 66

10 Oktober 1966 dikenal dengan “Hari Kebangkitan Mahasiswa”. Angkatan 66 adalah perjuangan mahasiswa  yang menantang Rezim Orde Otoriter yang berkuasa  sejak  1945. suatu  perjuangan  melawan PKI  yang kuat mengembalikan Demokrasi dan HAM dengan 3 Tuntutan Rakyat (TRITURA) :
  • Bubarkan PKI
  • Reformasi Kabinet
  • Turunkan Harga Barang
Gerakan 66 bangkit karena melihat kondisi bangsa  yang sedang mengalami  kegoncangan  sistem  Politik Nasional  yang selalu mengalami perubahan bentuk pemerintahan  mulai dari RIS, Demokrasi Terpimpin dan Kembali Kepada Republik  yang disebabkan lemahnya Posisi Pemerintah atas Rakyatnya.

Periode Gerakan 74

Merupakan Gerakan Re-Orientasi Pembangunan dari ekonomi Pembangunan menuju Ekonomi Kerakyatan. Dan Mahasiswapun terprovokasi  oleh isu-isu  anti jepang sehingga tanggal 15 Juni 1974 dikenal Peristiwa Malari, dimana  terjadi pembakaran produk-produk jepang sehingga  dikeluarkannya NKK/ BKK oleh Pemerintah

Periode Gerakan 98
Gerakan Mahasiswa bangkit kembali tahun 1997-1998 sehingga mencapai puncak inti 1998, yang dikenal  dengan Gerakan Reformasi, dengan Thema “Demokrasi dan Tumpaskan KKN” dengan Misi
·         Penegakan Hukum
·         Kembalikan Demokrasi
·         Berantas KKN
·         Cabut DWI Fungsi ABRI
·         Adili Soeharto
·         Perbaikan Ekonomi


Eksistensi gerakan mahasiswa amat ditentukan oleh kekuatan pemikiran dan kompetensi profesionalnya. Sebagai anak zaman, gerakan mahasiswa juga bergerak seirama dengan tuntutan zaman. Dalam konteks Indonesia, khususnya gerakan mahasiswa, ada beberapa poin yang bisa dijadikan acuan gerakan, antara lain:

  1. Gerakan mahasiswa mesti menyiapkan ruang yang kondusif untuk membekali komunitasnya dengan keunggulan komparatif, agar kelak mampu eksis dalam kompetisi pasar politik dan pasar ekonomi yang semakin terbuka dan ketat.
  2. Gerakan mahasiswa yang secara ideologis memiliki keberagaman (pluralisme ideologi), sudah semestinya mampu menemukan "sinergi kolektif" melalui tradisi "komunikasi tanpa prasangka" demi memperjuangkan kepentingan bangsa. Dalam diksi yang lain, sentimen ideologis kelompok atau golongan, jangan malah mengalahkan kepentingan kolektif kita sebagai bangsa.
  3. Gerakan mahasiswa mesti mengambil prakarsa untuk menstimulasi, menjaga, dan mengawal berlangsungnya "demokrasi politik" dan "demokrasi ekonomi", melalui pergumulan varian isu seperti supremasi hukum, kebebasan berserikat/berkumpul, kebebasan pers, anti-KKN, penegakan HAM, dll. Patut dicamkan, demokratisasi politik dan demokratisasi ekonomi merupakan pergulatan permanen dalam perjalanan eksistensi bangsa-bangsa di muka bumi ini.
  4. Gerakan mahasiswa mutlak melakukan reorientasi dalam agenda gerakan atau perjuangan kolektifnya. Sering perubahan konfigurasi dan budaya politik nasional, tema-tema gerakan yang menjadikan "orang/figur sebagai musuh bersama" tampaknya kurang relevan atau kontekstual lagi. Hendaknya, gerakan mahasiswa lebih memberikan atensinya terhadap tema-tema mendasar seperti ancaman disintegrasi nasional, disparatis antarwilayah, bias otonomi daerah yang memunculkan sentimen/ego daerah yang justru mengancam NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD '45.
  5. Gerakan mahasiswa sudah semestinya mentradisikan motivasi perjuangan yang meletakkan loyalitas kepada cita-cita, bukan kepada orang. Gerakan mahasiswa akan kehilangan jati dirinya ketika ia memainkan perannya sebagai subordinasi dari orang per orang, dan bakal terkubur eksistensi sejarahnya apabila ia membiarkan dirinya menjadi alat penguasa, siapa pun pemegang kekuasaan itu.


PMII DAN GERAKAN MAHASISWA

PMII dan gerakan mahasiswa laksana dua sisi mata uang, ibarat hati dan jiwa yang menyatu, tidak bisa dipisahkan. Dalam proses perjalanannya, PMII senantiasa melakukan berbagai upaya untuk perbaikan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Aksi lapangan dalam bentuk turun ke jalan, advokasi, pendampingan, pemberdayaan menjadi bagian inhern dari gerak irama nafas PMII dalam berkiprah dan beraktualisasi.
Semangat kritis yang terbangun dan telah menjadi “ruh” dari gerakan PMII niscaya dibutuhkan suatu pemahaman yang utuh dan kecerdasan dalam membaca dan menangkap fenomena yang terjadi. Karena itulah, varian gerakan menjadi penting yang diimbangi dengan kajian-kajian yang mendalam baik pada tingkatan paradigmatic, teoritis manapun aplikasi praksisnya. Dengan demikian, PMII tidak akan mengalami keterjebakan pada sebatas peran-peran romantisme sejarah, tetapi setiap gerak langkahnya betul-betul didahului oleh proses pematangan dengan gradasi-gradasi berdasar problem yang dihadapi.
Karakter dasar yang terbangun dari setiap langkah PMII adalah berporos pada visi yang tetap terpateri yakni dilandasi oleh semangat nasionalisme (kebangsaan) dan pemahaman keberagaman yang inklusif sebagai manifestasi peran dan tanggungjawab yang diemban yakni hamba Allah serta Khalifatul fil Ardh. Pada dimensi yang kedua itulah, titik pijak PMII menemukan landasan dalam menjalankan pesan-pesan profetis (kenabian) dan sandaran transendensinya.


Bahwa berbagai upaya yang ditempuh dalam menjalankan peran-peran itu hendaknya tetap dalam kerangka derivasi dari Nilai Dasar Pergerakan PMII. Karena itulah, adalah menjadi suatu kebutuhan yang mendesak untuk memformulasikan suatu konsepsi yang dapat dijadikan sandaran bersama sehingga PMII tidak terbawa arus yang bertentangan dengan semangat dasar eksistensinya. Tetapi sebaliknya, PMII harus mampu membuat dan membawa arus gerakan dengan didasari oleh platform/pijakan dasar yang kokoh. Paradigma kritis transformatif masih bergerak dalam dataran wacana dan berada dalam ruang hampa. Karena aksentuasi nilai-nilai yang lahir dari konsepsi tersebut memprasyaratkan adanya kontekstualisasi dan berlandaskan pada lokal geniusnya. Tanpa itu, PMII di lapis basis akan mengalami kebimbangan/kegamangan sebagai konsekuensi logis dari suatu konsepsi yang (bisa jadi) hanya didasarkan pada “cangkokan” dan bukannya lahir, tumbuh dan berkembang dalam kultur indigineousnya.
Kenapa hal ini perlu kami kemukakan ? jawaban sederhana adalah karena adanya varian potensi kader dan warga pergerakan, serta kondisi realitas dari masing-masing cabang yang beragam. Pisau analisa yang digunakan untuk penerapan suatu kebijakan ataupun pewarisan nilai-nilai semangat kejuangan harus senantiasa memperhatikan dua aspek tersebut sehingga keragaman dalam PMII menemukan ruang geraknya.
PMII memang bukan hanya berkutat tentang gerakan dalam makna yang khusus sebatas melakukan aksi turun ke jalan. Potret gerakan mahasiswa, meminjam istilah yang dikemukakan oleh M. Fadjoel Rahman, yang membuat dikotomi antara gerakan politik nilai versus gerakan politik kekuasaan. Kepentingan pertama dan terutama yang diperjuangkan oleh mahasiswa adalah nilai – nilai (value) atau sistem nilai (value system) yang sifatnya universal seperti keadilan sosial, kebebasan, kemanusiaan, demokrasi dan solidaritas kepada rakyat yang tertindas. Karena itu oposisi ad hoc gerakan mahasiswa merupakan gerakan politik nilai (value political movement) dan bukan gerakan politik kekuasaan (power political movement) yang merupakan fungsi dasar partai politik.
Gerakan politik nilai yang menjadi cirri khas gerakan mahasiswa walaupun melakukan penetapan agenda dan target politik maupun pemilahan kawan dan lawan politik, tetapi sama sekali tidak memperkuat dan mengukuhkan posisi politiknya dalam percaturan kekuasaan. Berbeda dengan gerakan politik kekuasaan yang menjadi cirri khas partai politik, dimana penetapan agenda, target politik dan pemilahan lawan dan kawan politik semata-mata urusan taktis dan strategis untuk memperkuat dan mengukuhkan posisi politiknya dalam percaturan kekuasaan sekarang dan dimasa yang akan datang.
Dengan memposisikan diri sebagai gerakan politik nilai, maka gerakan mahasiswa akan tanpa beban menetapkan sejumlah agenda dan capaian-capaian yang dituju sekaligus langkah proteksi dari adanya infiltrasi (penyusupan dari “pesan sponsor”) pihak eksternal. Upaya menjaga jarak menjadi sangat berarti guna menghindarkan gerakan mahasiswa terjebak dan termanipulasi dalam putaran kepentingan elit maupun partai politik tertentu.
Hakekat dari gerakan politik mahasiswa pada umumnya adalah perubahan. Ia tumbuh karena adanya dorongan untuk mengubah kondisi kehidupan yang ada untuk digantikan dengan situasi yang secara fundamental dianggap lebih memenuhi harapan. Gerakan mahasiswa sebagai perwujudan dari gerakan moral di negara berkembang memiliki peranan sangat strategis, bahkan signifikan dalam melakukan perubahan, termasuk Indonesia.

Tangan terkepal dan tetap maju kemuka......................!!!!!!
Tumbuh setia berjuang bersama Rakyat
merebut demokrasi sejati..............................................!!!!!!!

Pertanian Berbasis Kerakyatan

ADVANCE TRAINING NASIONAL
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA NASIONAL
GEMA BEM NASIONA



Ditulis oleh (Komisi III)
1.            Ade Putra Wijaya     (BEM IAIN Jambi)
2.            Yasdin                        (BEM UNM)
3.            Asluddin                     (BEM STAIN Pare – Pare)
4.            Awang Azhari           (BEM IAIN STS Jambi)
5.            Amiruddin                 (BEM UNM)
 

MAKASSAR, 22 JUNI – 4 JULI 2010







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perjalanan proses pembangunan tak selamanya mampu memberikan hasil sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat di pedesaan. Pembangunan yang dilakukan di masyarakat desa akan menimbulkan dampak social dan budaya bagi masyarakat. Pendapat ini berlandaskan pada asumsi pembangunan itu adalah proses perubahan (sosial dan budaya). Selain itu masyarakat pedesaan tidak dapat dilepaskan dari unsure-unsur pokok pembangunan itu sendiri, seperti teknologi dan birokrasi.
Tekhnologi dan birokrasi merupakan perangkat canggih pembangunan namun dilain sisi perangkat tersebut berhadapan dengan masyarakat pedesaan yang masih tradisional dengan segala kekhasannya. Apalagi jika unsur-unsur pokok tersebut langsung diterapkan tanpa mempertimbangkan aspek sosial, budaya, agama dan lain-lain, maka jangan harap pembangunan akan berhasil. Pihak birokrasi akan sangat memerlukan usaha yang sangat ekstra jika pola kebijakan yang dikeluarkan tidak tepat sasaran dan tidak berlandaskan pada kebutuhan masyarakat khususnya di pedesaan.
Meski catatan perjalanan pembangunan pertanian di Indonesia telah banyak diulas oleh para peneliti. Salah satunya hasil penelitian Frans Hüsken yang dilaksanan pada tahun 1974.. Kekhususan dan keunikan dari penelitian ini terletak pada isinya yang tidak saja merekam pengalaman perubahan sosial (revolusi) tersebut, namun juga menggali studi dalam perspektif sejarah yang lebih jauh ke belakang. Penelitian ini berhasil mengungkap fenomena perubahan politik, sosial dan ekonomi melintasi tiga zaman, yaitu penjajahan Belanda, Jepang hingga masa pemerintahan orde lama dan orde baru. Husken menggambarkan terjadinya perubahan di tingkat komunitas pedesaan Jawa sebagai akibat masuknya teknologi melalui era imperialisme gula dan berlanjut hingga revolusi hijau.
Namun tetap perlu diperhatikan bahwa setiap masyarakat mempunyai “ego”nya dalam segala bidang termasuk aspek tekhnologi dan kebijakan birokrasi. Perubahan yang diharapkan dengan mengintroduksi tekhnologi seharusnya sesuai dengan apa yang menjadi ego masyarakat tersebut, sehingga pola perubahan dapat diterima oleh masyarakat. Karena setiap kebijakan dan introduksi tekhnologi yang diberikan pada masyarakat agraris di pedesaan akan memberikan dampak perubahan sosial yang multi dimensional.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut :
  1. Bagaimana  pengaruh pendidikan  terhadap sector pertanian?
  2. Bagaimana pengaruh ekonomi terhadap sector pertanian?
  3. Bagaimana pengaruh budaya terhadap sector pertanian?
  4. Bagaimana pengaruh politik terhadap sector pertanian?
  5. Bagaimana pengaruh ekonomi terhadap sector pertanian?

C.    Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan maslah yang ada diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
  1. Menjelaskan pengaruh pendidikan  terhadap sector pertanian
  2. Menjelaskan pengaruh ekonomi terhadap sector pertanian
  3. Menjelaskan pengaruh budaya  terhadap sector pertanian
  4. Menjelaskan pengaruh plitik  terhadap sector pertanian
  5. Menjelaskan pengaruh teknologi  terhadap sector pertanian
D.    Manfaat Penulisan
Berdasarkan tujuan penelitian yang ada diatas maka penulisan makalah ini diharapkan untuk memberikan manfaat sebagai berikut :
  1. Memberikan informasi kepada pemerintah terkait dengan kebijakan pertanian
  2. Memberikan informasi kepada para petani terkait system pertanian

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengaruh Pendidikan tehadap Sector Pertanian
Pendidikan tentulah sangatlah berpengaruh terhadap segala sendi kehidupan manusia termasuk sector pertanian. Pengetahuan petani tehadap pemanfaatan sumber daya pertanian itu akan menentukan kesuksesan bangsa ini untuk mensejahterakan rakyatnya.
Adapun upaya pendidikan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan sumber daya pertanian sebagai berikut :
  1. Pemberian kurikulum pertanian disektor pendidikan formal dan non formal
  2. Sosialisasi pertanian melalui berbagai media senbagia bahan informasi bagi petani
  3. Pengefektifan kelompok usaha tani
  4. Pemaksimalan tim pelatihan pertanian
  5. Peningkatan perencanaan system pertanian

B.     Pengaruh Ekonomi  terhadap Sector Pertanian
Adapun upaya ekonomi  yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil pertanian :
1.      Pemanfaatan produk pangan local
2.      Standarisasi harga pangan
3.      Penyesuain antara harga produksi dengan hasil produksi Pertanian

C. Pengaruh Budaya  terhadap Sector Pertanian
Adapun upaya culture yang dapat kita lakukan sebagai berikut :
  1. Mengembalikan budaya gotong royong
  2. Eksplorasi nilai-nilai kebudayaan
  3. Penghargaan terhadap alam
  4. Konsepsi pemikiran alam
D. Pengaruh Politik terhadap Sector Pertanian
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto mengatakan Undang-Undang Nomor 56 PRP Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian (UU Penetapan Luas Tanah Pertanian) merupakan Undang-Undang yang penting dalam kerangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“UU Penetapan Luas Tanah Pertanian sepenuhnya sejalan dengan UUD 1945 dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU Pokok Agraria); INSERT INTO `ind_content` (`id`,`title`,`title_alias`,`introtext`,`fulltext`,`state`,`sectionid`, `mask`,`catid`,`created`,`created_by`,`created_by_alias`,`modified`,`modified_by`,`checked_out,`checked_out_time`,`publish_up`,`publish_down`,`images`,`urls`,`attribs`,`version`,`parentid`,`ordering`,`metakey`,`metadesc`,`access`,`hits`) VALUES” ujar Joyo dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi (MK) perihal uji materiil UU Penetapan Luas Tanah Pertanian, di Jakarta, Senin (30/7).
 Ia mengemukakan, khusus untuk sanksi pidana dalam Pasal 10 Ayat (3) dan (4) UU Penetapan Luas Tanah Pertanian merupakan upaya paksa bagi seseorang yang tidak mematuhi kewajiban atau larangan yang ditentukan dalam peraturan peraturan perundang-undangan untuk tercapainya ketertiban, keteraturan dan keadilan.
Sanksi ini merupakan salah satu ciri hukum, dimana bertujuan agar pelaksanaan suatu Undang-Undang menjadi lebih efektif.
Menurut Joyo, UU Penetapan Luas Tanah Pertanian sejak tanggal diberlakukannya, yaitu tanggal 1 Januari 1961, hingga saat ini masih berlaku efektif baik secara yuridis maupun sosiologis. Dimana ketentuan Pasal 10 Ayat (3) dan (4) UU Penetapan Luas Tanah Pertanian tetap efektif dalam menata dan mengembangkan kerangka hukum, politik, dan kebijakan pertanahan ke depan, khususnya untuk mencegah terjadinya kembali konsentrasi penguasaan dan pemilikan tanah dan untuk mencegah timbulnya tanah-tanah kelebihan dari batas maksimum baru. “Efektivitas dari ketentuan Pasal 10 Ayat (3) dan (4) UU Penetapan Luas Tanah Pertanian terbukti sejak tahun 1961 sampai 2007, dimana tanah kelebihan maksimum dan absentee yang dilaporkan oleh pemiliknya seluas 121.605.9412 hektar dengan besar ganti kerugian Rp58.520.949.063 yang diberikan kepada 31.593 bekas pemilik tanah yang memenuhi kewajibannnya,” jelasnya.
Sementara Ahli hukum agraria dari Universitas Indonesia, Prof Arie Hutagalung SH mengatakan bahwa sudah saatnya Pemerintah melakukan perubahan terhadap UU Penetapan Luas Tanah Pertanian Hal ini disebabkan karena terdapat pasal-pasal dalam UU Penetapan Luas Tanah Pertanian yang tidak ada relevansinya lagi dengan keadaan sosial dan ekonomi sekarang ini. “Misalnya ketentuan melapor pada Pasal 3 UU Penetapan Luas Tanah Pertanian yang tergantung pada pengetahuan yang bersangkutan tentang adanya ketentuan tersebut, lalu adanya perhitungan jumlah keluarga dan penentuan daerah padat dan tidak padat,” jelasnya.
Prof. Arie juga mengemukakan bahwa asas hukum tanah nasional sangat memperhatikan Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai pemegang hak atas tanah, meskipun terdapat pencabutan secara paksa tetapi terdapat ganti rugi yang layak, hal ini sesuai dengan Pasal 28H Ayat (4) UUD 1945.
Pasal 3 UU Penetapan Luas Tanah Pertanian yang mengatur tentang kewajiban untuk melapor bagi orang yang mempunyai batas maksimum luas tanah adalah tidak efektif, hal ini disebabkan karena dua faktor yang mempengaruhi yaitu sosialisasi undang-undang tersebut terhadap masyarakat dan derajat kepatuhan masyarakat.
Sementara sanksi dari pelanggaran Pasal 3, 4, 6 dan 9 UU Penetapan Luas Tanah Pertanian sebenarnya sudah diatur dalam Pasal 10 Ayat (1) dimana terdapat sanksi denda dan kurungan, akan tetapi dalam Pasal 10 Ayat (3) dan (4) terdapat sanksi tersebut ditambah lagi.
“Tidak ada pemberian ganti rugi bagi pihak yang melakukan pelanggaran Pasal 3 bertentangan dengan asas-asas hukum tanah nasional, asas perolehan tanah dan tidak memperhatikan HAM sebagaimana dicantumkan dalam UUD 1945,” katanya.(T.Yw/toeb/b)
Adapun upaya politik yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil pertanian :
  1. Pemberian  bantuan tehadap petani seperti subsidi pupuk
  2. Pemberian batuan yang pro petani
  3. Pengaruh teknologi  terhadap sector pertanian

E.     Pengaruh Teknologi terhadap Sektor Pertanian
Indonesia merupakan Negara yang kaya dengan sumberdaya alamnya dan sebagian besar dimanfaatkan sebagai lahan agrarian. Tak salah jika kemudian kurang lebih enampuluh persen penduduknya berkecimpung di dunia pertanian dan umumnya berada di pedesaan. Dengan demikian, masyarakat desa yang agraris menjadi sasaran utama introduksi tekhnologi segala kepentingan, kemajuan pertanian sangat melibatkan unsur-unsur poko tersebut. Oleh sebab itu, masyarakat agrarislah yang pertama menderita perubahan sosial.
Pelaksanaan kebijakan teknologi pertanian mempunyai jalinan yang sangat kuat dengan aspek-aspek lainnya. Jika kita perincikan dimensi-dimensi perubahan tersebut, maka akan terlihat sangat nyata terjadi perubahan dalam struktur, kultur dan interaksional. Perubahan sosial dalam tiga dimensi ini, kalau dibiarkan terus akan merusak tatanan sosial masyarakat desa. Maka dari itu sangat dibutuhkan kajian yang sangat mendalam untuk mencegah dampak negatif dari kebijakan birokrasi  dan asupan teknologi yang mengiringinya terhadap masyarakat dan aparat yang menjalaninya.
Adapun upaya politik yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil pertanian :Pemberian bantuan alat-alat pertanian pertanian



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kondisi pertanian Bangsa ini merupakan hal yang sudah selayaknya menjadi perhatian serius Masyarakat Indonesia, Khususnya Pemerintah yang menjadi aspirator dan penanggung jawab atas terciptanya kesejahteraan masyarakat. Dengan pembahasan yang telah dikemukakan dalam segelintir coretan makalah ini dipandang perlu untuk menemukan gagasan baru untuk meminimalisir dan menghapuskan segala bentuk kesalahan yang terjadi pada sector Pertanian. Adapun gagasan yang dapat Kelompok III berikan pada Makalah ini terkait dengan permasalahan dan langkah solutif yang telah kami paparkan adalah :
1. Aspek Pendidikan
  • Memasukkan pengetahuan Pertanian kedalam pendidikan Formal dan Non Formal  dengan lebih menekankan pada Praktek daripada Teori. (70 % berbanding 30 %).
  • Mengganti Bahasa Penyuluhan yang sudah cenderung hilang kepercayaan dari masyarakat terhadap kegiatan itu menjadi Pelatihan sehingga Tim Pelatihan akan dapat lebih effektif dalam mencerdaskan Petani
  • Memaksimalkan Kinerja Kelompok Tani sehingga kelompok tani tidak lagi berfungsi hanya sebagai Formalitas dan Jalur Kordinasi Pemerintah saja, namun juga dapat berfikir kreatif dan berkembang dalam usaha untuk meningkatkan taraf dan kompetensi para petani.
2. Aspek Budaya
  • Mengembalikan Kebiasaan Hidup bergotong Royong masyarakat sehingga lebih terciptanya kerja sama dan kesatuan misi untuk kesejahteraan rakyat
  • Mengembalikan Sikap Penghargaan terhadap alam dengan melestarikan Budaya, terkhusus dalam melaksanakan adapt maupun prosesi dalam dunia pertanian masyarakat
  • Lebih meningkatkan kembali kesadaran akan pentingnya Moralitas dalam melakukan sebuah pekerjaan
3. Aspek Ekonomi
  • Penolakan terhadap Kebijakan Impor Pangan dan memanfaatkan kembali Produksi Pangan Indonesia
  • Memperbesar APBN bidang pertanian sehingga dapat meningkatkan hasil produksi pertanian dan menekan biaya Produksi Pertanian
  • Pengaturan secara adil Stadar Harga Pangan Masyarakat
4.  Politik
  • Menghapuskan Kebijakan Intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian
  • Secara optimal memberikan pengawasan dalam Proses Pertanian dari lahan sampai hasil
  • Lebih banyak membina masyarakat dan berkonsentrasi terhadap peraturan-peraturan yang dapat membuat masyarakat merasa aman dan nyaman di dunia tani
5.      Aspek Teknologi
·        Memberikan bantuan alat-alat teknologi dan pengajaran kepada masyarakat tentang penggunaan dan fungsi alat-alat teknologi
·        Kembali menyadarkan bahwa masyarakat Indonesia mampu untuk mengimbangi alat-alat modern dengan alat-alat tradisionil untuk kreatif dan memikirkan masa depan dalam bertani
Dengan adanya 5 aspek diatas sehingga kita mampu untuk mengadakan perbaikan pada sector petanian yang semakin merosot penghasilan dan nilai jualnya.
Disisi lain pada kesimpulan ini kita tawarkan juga gagasan yang sangat penting terkait dengan pertanian, diantaranya :
  • Penolokan terhadap Program Revolusi Hijau dikarenakan lebih besar menanamkan Hegemoni pemikiran yang pragmatis dan cenderung mudah dirasuki setan Kapitalis
  • Mencintai Produksi Pangan Dalam Negeri
  • Peningkatan Mutu Pendidikan sector pertanian
  • Melestarikan Nilai-nilai Luhur sector budaya bertani
  • Reformasi Kebijakan Sektor Pertanian
  • Pengadaan Teknologi Pertanian yang effektif, efisien dan Ramah terhadap petani

B. Saran        
Dalam proses terbetuknya makalah ini merupakan gagasan dari kelompok III untuk menyelasikan sector pertanian dan berharap mahasiswa Lebih aktif lagi dan membawa rekomendasi dari gagasan pada advance training ini untuk dibawa dan mensosialisasikan konsep perubahan sehingga dapatmenjadi “Pertanian Berbasis Kerakyatan”